FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
LABORATORIUM
FISIOLOGI TUMBUHAN DASAR
LAPORAN PRAKTIKUM
NAMA :
MUZAYYINUL GHUFRON
NIM :
121510501016
GOL/KELOMPOK : A/I
ANGGOTA :
1. NOVITA FAJRIYATUL M. (121510501001)
2. WAHYU PUSPASARI (121510501006)
3. DEVI ANGGUN
C. (121510501010)
4. RIZKI AMRILLAH
H. (121510501015)
5. DEVI CRISTIANA (121510501020)
6.
RISKA YULIANTI (121510501027)
7.
SARWINDA CAHYA U. (121510501088)
8.
BAGUS DWI S. (111510501028)
JUDUL ACARA : PENGARUH KUALITAS CAHAYA TERHADAP KECEPATAN
FOTOSINTESIS
TANGGAL PRAKTIKUM : 7 MARET 2013
TANGGAL PENYERAHAN : 9 MARET 2013
ASISTEN :
1. MOH. AMINNUDDIN
2. ASRI RINA H
3. FAJAR
FIRMANSYAH
4. FAKHRUSY
ZAKARIYYA
5. KHUSNUL KHOTIMAH
6. NORMA LAILATUN NIKMAH
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tumbuhan
merupakan makhluk hidup yang sangat penting bagi kehidupan seluruh makhluk
hidup di alam semesta ini. Hal ini dikarenakan tumbuhan dapat menghasilkan
makanan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk makhluk hidup lainnya.
Tumbuhan mampu membuat makanan tersebut melalui serangkaian proses yang
dinamakan fotosintesis. Proses ini dapat mengubah bahan-bahan organik sederhana
menjadi bahan organik lebih kompleks yang dapat digunakan sebagai bahan makanan
dengan bahan dasar air (H2O) dan gas karbondioksida (CO2)
dibantu oleh cahaya. Bahan makanan yang dihasilkan berupa karbohidrat (C6H12O6)
serta hasil samping yang sangat bermanfaat bagi makhluk hidup lain, yaitu gas
oksigen (O2).
Dari
hasil fotosintesis yang berupa glukosa tersebut dapat berupa buah, umbi, maupun
biomasa lain yang bisa dimanfaatkan sebagai makanan, seperti pada tanaman
hortikultura. Makhluk hidup tidak dapat mempergunakan bahan makanan yang
dihasilkan oleh fotosintesis kecuali bila mereka mendapatkan gas oksigen yang
terbentuk dalam proses fotosintesis tersebut karena gas oksigen ini dibutuhkan
untuk membakar makanan tadi menjadi energi yang digunakan makhluk hidup untuk
beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari.
Selain
berperan dalam pembentukan senyawa gula, proses fotosintesis juga menyediakan
bahan untuk proses-proses sintesis penting lainnya. Di antaranya yaitu
pembentukan asam-asam amino untuk membentuk protein. Senyawa-senyawa ini sangat
diperlukan oleh makhluk hidup teruatama untuk bahan penyusun tubuh. Sebagian
dari protein-protein ini tidak dapat disintesis oleh tubuh makhluk hidup
sendiri sehingga protein dari hasil fotosintesis sangat diperlukan.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis ini adalah cahaya, CO2,
air, suhu, dan unsur hara. Cahaya merupakan faktor yang cukup penting dalam
proses fotosintesis karena cahaya digunakan untuk mengolah bahan dasarnya
menjadi makanan yang dibutuhkan oleh makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu
penting untuk sekali untuk mempelajari pengaruh kualitas cahaya terhadap laju
fotosintesis pada tanaman. dengan mengetahui hal ini, kita dapat mengembangkan
upaya-upaya untuk mengoptimalkan hasil dari fotosintesis tersebut dengan
mengatur intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman.
1.2
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas cahaya
terhadap kecepatan fotosintesis tanaman dengan indikator produksi oksigen
setiap satuan waktu
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu
proses kehidupan pada tanaman adalah fotosintesis yang merupakan
proses kimia untuk menghasilkan energi, dimana karbon
dioksida (CO2) dan air (H2O) diubah menjadi karbohidrat dengan bantuan energi
cahaya. Fotosintesis merupakan
cara fiksasi karbon karena karbon
bebas dari CO2 diikat
(difiksasi) menjadi gula sebagai molekul energi. Secara sederhana, reaksi yang terjadi dalam
proses fotosintesis ialah sebagai berikut : 6H2O + 6CO2 +
cahaya → C6H12O6 + 6O2. Karbohidrat
(C6H12O6)
digunakan dalam pembentukan senyawa organik yang lain
seperti selulosa dan bisa juga digunakan sebagai
bahan bakar. Fotosintesis ini
terjadi pada daun. Daun menangkap cahaya menggunakan klorofil yang
merupakan pigmen hijau pada tumbuhan. Klorofil berada dalam kloroplas, dimana proses fotosintesis terjadi, tepatnya pada
bagian stroma. (Pertamawati, 2010).
Tidak
semua cahaya dapat digunakan untuk fotosintesis. Cahaya tampak (visible
light), sebagai sumber energi yang digunakan tumbuhan untuk fotosintesis,
merupakan bagian spktrum energi radiasi. Energi radiasi memilki karakter yang
unik, yang bisa dijelaskan menggunakan 2 macam teori, yaitu teori gelombang
elektromagnet dan teori kuantum. Teori gelombang elektromagnet menyatakan bahwa
cahaya merambat pada suatu ruangan sebagai suatu gelombang. Teori kuantum
menyatakan bahwa cahaya merambat melalui aliran partikel yang disebut foton.
Energi yang berada dalam satu foton disebut satu kuantum. Karena energi yang berada
dalam suatu foton itu sebanding dengan besarnya frekuensi, maka kuantum bisa
dinyatakan dalam bentuk panjang gelombang dan energi dari setiap foton
berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya. Reaksi yang terjadi dalam
fotosintesis merupakan akibat dari penyerapan foton oleh klorofil. Tidak semua
foton memiliki tingkat energi yang sesuai untuk mengeksitasi pigmen daun. Lebih
dari 760 nm, maka foton tidak mempunyai cukup energi dan kurang dari 390 nm
foton mempunyai energi yang terlalu berlebihan. Hal ini mengakibatkan kerusakan
pigmen. Hanya foton yang mempunyai panjang gelombang 360-720 nm (yaitu cahaya
tampak) yang memiliki tingkat energi yang sesuai untuk fotosintesis (Gardner et
al., 1991)
Reaksi fotosintesis dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu reaksi terang (membutuhkan cahaya) dan reaksi gelap (tidak membutuhkan
cahaya, tetapi membuthkan CO2). (Salisbury dan Ross, 1995). Reaksi
terang merupakan proses
untuk menghasilkan ATP dan NADPH.
Prosesnya diawali dengan penangkapan foton oleh klorofil. Klorofil
menyerap lebih banyak cahaya pada warna biru (400-450 nm) dan merah (610-700
nm) dari pada warna hijau (500-600
nm). Cahaya hijau
akan dipantulkan dan ditangkap oleh mata kita sehingga daun tampak
berwarna hijau. Fotosintesis akan
menghasilkan energi lebih banyak pada cahaya dengan panjang gelombang tertentu.
Gelombang yang pendek menyimpan lebih banyak energi, begitu pula sebaliknya. Di
dalam daun, cahaya akan ditangkap oleh klorofil untuk
dikumpulkan pada pusat reaksi. Tumbuhan memiliki 2 jenis
pigmen yang aktif sebagai fotosistem, yaitu
fotosistem I dan
fotosistem II. Fotosistem II terdiri
dari molekul klorofil yang menyerap
cahaya dengan panjang
gelombang 680 nm, sedangkan
fotosistem I 700 nm. Kedua fotosistem
ini akan bekerjasama dalam fotosintesis.
Fotosintesis dimulai saat cahaya
mengeksitasi klorofil pada
fotosistem II, sehingga melepaskan
elektron yang kemudian ditransfer pada
rantai transpor elektron. Energi dari elektron akan dipakai untuk
proses fotofosforilasi yang menghasilkan ATP. Reaksi ini mengakibatkan
fotosistem II menjadi kekurangan elektron. Kekurangan elektron
ini dipenuhi oleh elektron dari
hasil ionisasi air yang terjadi bersamaan dengan ionisasi klorofil. Hasil dari ionisasi
air ini adalah elektron dan O2. Oksigen dari proses fotosintesis hanya
terbentuk dari ionisai air, bukan dari karbon dioksida. Pada waktu yang
bersamaan dengan ionisasi fotosistem II, cahaya juga mengionisasi
fotosistem I, melepaskan elektron yang dikirim
melalui rantai transpor elektron yang akan mereduksi NADP+
menjadi NADPH. (Pertamawati, 2010).
Dalam
reaksi gelap, ATP dan NADPH yang dihasilkan akan memicu berbagai proses kimia. Pada
tumbuhan proses kimia yang terpicu adalah siklus kalvin yang mengikat karbon
dioksida untuk membentuk gula seperti
glukosa. Reaksi ini disebut reaksi gelap karena tidak membutuhkan cahaya
sehingga dapat terjadi walaupun dalam keadaan gelap. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kecepatan fotosintesis
adalah cahaya, kadar CO2, suhu, air hasil foto
sintesis, dan tahap
pertumbuhan tanaman. (Pertamawati, 2010).
Cahaya
sebagai sumber energi untuk reaksi fotosintesis jelas akan berpengaruh terhadap
laju fotosintesis tersebut. Pada umumnya, fiksasi CO2 paling optimal
terjadi di sekitar tengah hari, yaitu pada saat intensitas cahaya mencapai
puncaknya. Penutupan cahaya matahari oleh awan juga akan mengurangi kecepatan
fotosintesis. (Lakitan, 1995).
Levitt (1980) dalam Fanindi (2010) menyatakan
bahwa tanaman yang tumbuh pada tempat yang lebih terlindung mempunyai titik
kompensasi hasil asimilasi yang lebih rendah daripada tanaman yang tumbuh pada
tempat yang banyak menerima cahaya. Pengurangan klorofil pada tanaman tersebut
sejalan dengan pengurangan asimilat fotosintesis, ditandai dengan menurunnya
kadar bahan kering (Watanabe et al., 1993 dalam Fanindi, 2010). Pearce
et al. (1987) dalam Fanindi (2010) menyebutkan bahwa tingkat naungan berhubungan
dengan indeks luas daun (ILD), luas daun (LD) dan distribusi daun dalam kanopi
tanaman, sementara itu kedua komponen tersebut adalah faktor utama yang
menentukan intensitas cahaya yang berpengaruh pada proses fotosintesis,
transpirasi, dan akumulasi bahan kering.
Selain
itu bila cahaya berada di bawah titik optimum akan menyebabkan jumlah cabang menurun
yang berakibat pada karakteristik daun antara lain indeks luas daun dan luas daun,
meskipun pada beberapa tanaman terkadang menunjukkan respon yang tidak
konsisten (Kappel dan Flore, 1983 dalam Fanindi, 2010). Sifat daun
tersebut menentukan absorpsi cahaya sehingga adaptasi tanaman terhadap radiasi
rendah juga tercermin pada kadar total khlorofil daun (Pettigrew et al.,
1989 dalam Fanindi, 2010).
Menurut Sunu
dan Wartoyo (2006) dalam sarmita et al. (2011),
untuk menghasilkan berat kering yang optimal, tanaman membutuhkan cahaya yang
maksimal. Santosa (1990) sarmita et al. (2011) juga menyatakan
bahwa intensitas cahaya yang tinggi akan meningkatkan kecepatan fotosintesis. Hasil
fotosintesis yang tinggi
akan mempercepat
translokasi. Hal ini
diperkuat oleh penelitian Sulistyaningsih et al. (2005) dalam
sarmita et al. (2011) pada Brassica chinensis
yang diberi perlakuan dengan sungkup
(intensitas cahaya 624
luks) dan tanpa sungkup
(intensitas cahaya 1.184
luks). Hasilnya menunjukkan bahwa berat basah dan berat kering akan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas cahaya.
Menurut Dwijoseputro (1985) dalam sarmita et
al. (2011), puncak proses fotosintesis
tergantung banyaknya intensitas cahaya dan tingginya suhu. Rendahnya
intensitas cahaya akan menurunkan kecepatan fotosintesis,
sehingga translokasi hasil fotosintesis akan semakin lambat
(Santosa, 1990 dalam sarmita et al., 2011). Selain itu energi yang diberikan sinar tergantung
pada kualitas panjang gelombang, intensitas (kuantitas sinar per 1
cm2 per detik), dan waktu
(sebentar atau lama).
Suhu yang rendah bisa mengakibatkan pertumbuhan menjadi lambat karena proses
enzimatis dikendalikan oleh suhu, sehingga berat kering tanaman menurun (Jumin,
1992 dalam sarmita et al., 2011).
Ribeiro
et al. (2002) dalam Muhsanati et al. (2009) menyatakan
bahwa pada temperatur dan cahaya
optimal, fotosintesis berlangsung lebih cepat dan fotosintesis netto lebih besar. Selanjutnya
Harjadi (1991) dalam Muhsanati et
al. (2009) menyatakan bahwa besarnya cahaya yang ditangkap pada
proses fotosintesis menunjukkan besarnya
biomassa tanaman.
Semakin
besar hasil fotosintesis yang, maka pembentukan
biomassa juga semakin meningkat.
Tidak hanya di daratan, fotosintesis juga terjadi di perairan. Cahaya merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi
distribusi klorofil-a di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan
tercampur ada cukup banyak cahaya
matahari untuk fotosintesa (Simon, 2001 dalam Rasyid, 2009).
BAB 3. METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat
Acara praktikum “Pengaruh Kualitas
Cahaya Terhadap Laju Fotosintesis” ini dilakasnakan pada tanggal 7 Maret 2013
di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2
Bahan dan Alat
3.2.1
Bahan
1. Tanaman
Hydrilla sp.
2. Akuades
3.2.2
Alat
1. Benang
2. Beaker glass 1000 ml
3. Gunting/
pisau cutter
4. Hand counter
5. Lampu
dengan 5 warna berbeda, yaitu merah, kuning, hijau, biru, dan polikromatik
6. Mika
5 warna (menyesuaikan warna lampu)
7. Pemberat
(batu)
8. Pinset
9. Stopwatch
3.3
Cara Kerja
1. Menyiapkan
lampu dan beaker glass 1000 ml. Mengisi beaker glass dengan
akuades ± ¾ bagian
2. Menyiapkan
dan memotong bahan Hydrilla sp. (pada bagian batang primer), saat memotong
diusahakan di dalam air
3. Kemudian
memasukkan Hydrilla sp. yang sudah dipotong ke dalam dasar beaker glass yang
telah berisi akuades
4. Menghidupkan
lampu dengan warna-warna yang berbeda, mendiamkannya selama 5 menit, kemudian
mengamati perubahan yang terjadi pada interval 5 menit
5. Menghitung
jumlah oksigen yang muncul dipermukaan air menggunakan hand counter
6. Membandingkan
dan menganalisis pengaruh dari warna cahaya terhadap volume gas oksigen yang
dihasilkan.
BAB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel Hasil Pengamatan Volume Gelembung O2 Yang
Dihasilkan Hydrilla sp. Oleh Masing-Masing Warna Lampu
Warna
|
Waktu
|
Jumlah
Gelembung
|
|||
1
|
Polikromatik
|
5 menit (1)
|
5 menit (2)
|
988
|
973
|
2
|
Merah
|
5 menit (1)
|
5 menit (2)
|
41
|
30
|
3
|
Kuning
|
5 menit (1)
|
5 menit (2)
|
0
|
0
|
4
|
Biru
|
5 menit (1)
|
5 menit (2)
|
0
|
0
|
5
|
Hijau
|
5 menit (1)
|
5 menit (2)
|
0
|
0
|
4.2 Pembahasan
|
6CO2 + CO2 C6H12O6 + 6O2
Fotosintesis berlangsung di daun lebih tepatnya
di bagian kloroplas. Proses fotosintesis ini dibedakan menjadi dua tahap
reaksi, yaitu reaksi terang (hill reaction) dan reaksi gelap (blackman
reaction).
Reaksi terang berlangsung pada fotosistem II
(P680) dengan tahap awal klorofil menerima energi cahaya yang mengakibatkan
elektron tereksitasi menuju akseptor elektron. Hal ini menyebabkan fotosistem
II tidak stabil. Oleh karenanya air akan dioksidasi oleh Mn yang ada dalam daun
menjadi H+ dan gas oksigen yang kemudian dikeluarkan sebagai hasil
samping dari proses fotosintesis. Dari proses oksidasi ini akan dilepaskan
elektron untuk menstabilkan fotosistem II. Kemudaian elektron yang telah
diterima oleh akseptor elektron akan melalui plastoquinon lalu menuju kompleks
sitokrom dan plastosianin. Kemudian elektron akan menuju ferredoxin.
Dari ferredoxin ini elektron kemudian akan berikatan dengan enzim NADP+
dan H+ (dari proses pemecahan air) sehingga terbentuk NADPH.
Selama proses transpor elektron ini dihasilkan energi yang tersimpan dalam
bentuk ATP. Jadi dalam reaksi terang ini dihasilkan NADPH dan ATP yang berguna
untuk sintesis gula pada reaksi gelap.
Reaksi berikutnya adalah reaksi gelap. Reaksi
ini dimulai dengan proses fiksasi karbon. Karbon dioksida yang telah diambil
dari udara akan diikat oleh gula yang memiliki 5 karbon (ribulosa 1,5
bisfosfat/ RuBP) lalu membentuk senyawa intermediet tidak stabil yang kemudian
menjadi 3-fosfogliserat (3-PGA). Proses ini dikatalis oleh enzim RuBP. Setiap
molekul 3-PGA akan menerima gugus fosfat dari ATP sehingga membentuk. Lalu
molekul 1,3-bisfosfogliserat ini akan direduksi oleh elektron dari NADPH dan
dikatalis oleh enzim dehidrogenase membentuk 6 molekul gliseraldehida-3-fosfat.
Satu molekul gliseraldehida-3-fosfat ini akan keluar sebagai gula dan 5 molekul
sisanya akan dirombak kembali menjadi enzim RuBP.
Proses fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu ketersediaan air, CO2, cahaya, suhu, unsur hara, dan
faktor genetik tanaman. Kekurangan air menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat dan luas daun tidak optimal. Selain itu stomatapun akan menutup untuk
mengurangi penguapan air. Sehingga proses fotosintesis tidak akan berjalan
dengan lancar. Apabila CO2 yang tersedia kurang, maka reaksi
pembentukan gula tidak maksimal karena CO2 ini digunakan untuk
pembuatan gula oleh RuBP. Sementara itu apabila kekurangan cahaya (cahaya
tampak) akan mengganggu proses transpor elektron karena energi cahaya (foton)
beperan dalam proses eksitasi elektron untuk menghasilkan energi NADPH. Selain
itu apabila kekurangan cahaya, maka daun menjadi pucat. Sementara itu
ketersediaan cahaya yang terlalu tinggi pada daerah yang kering dapat merusak
klorofil ( daun menjadi kering). Suhu yang ekstrim dapat menyebabkan kerusakan
pada enzim-enzim fotosintesis. Pada umumnya fotosintesis berlangsung secara
normal pada suhu ± 35o C. Faktor selanjutnya yaitu unsur hara.
Unsur-unsur hara yang berperan dalam proses fotosintesis di antaranya Mn, Mg,
Cu, Zn, dan Fe. Misalnya saja Mg, apabila kekurangan unsur ini maka H2O tidak dapat dioksidasi menjadi H+ + O2 + 2e-
sehingga mengganggu proses pembentukan energi (NADPH) untuk siklus kalvin.
Faktor genetik juga mempengaruhi fotosinesis dari suatu tanaman. Jika suatu
tanaman memang tidak memiliki atau kekurangan zat hijau daun secara genetik,
maka proses fotosintesisnya tidak akan semaksimal tanaman yang memiliki zat
hijau daun dalam jumlah yang banyak.
Selain faktor-faktor di atas, panjang gelombang
cahaya juga mempengaruhi kecepatan fotosintesis. Pada umumnya fotosintesis
berlangsung pada panjang gelombang kurang lebih 360 – 720 nm. Di luar rentang
panjang gelombang ini maka intensitas fotosintesis akan menurun bahkan pada
panjang gelombang yang terlalu tinggi dan terlalu rendah fotosintesis tidak
bisa terjadi. Berdasarkan panjang gelombangnya, cahaya yang baik untuk proses
fotosintesis adalah warna polikromatik ( ± 360-720 nm) dan warna merah (610-700
nm). Warna polikromatik ini tersusun oleh berbagai macam warna sehingga
memiliki rentang panjang gelombang yang besar dan baik untuk proses
fotosintesis. Semakin kecil panjang gelombangnya maka energinya semakin besar.
Sehingga dalam proses fotosintesis ini dibutuhkan energi yang sesuai. Apabila
energinya terlalu besar, sperti gelombang sinar-X (10-100 nm) maka akan merusak
kloroifil.
Praktikum ini menggunakan tanaman Hydrilla
sp. sebagai bahan praktikum karena tanaman ini lebih efisien. Habitatnya
yang berada di dalam air memudahkan pengamatan aktivitas keluarnya gas oksigen
sebagai hasil samping dari proses fotosintesis. Selain itu ukuran tanaman ini
juga relatf kecil dan struktunya lentur. Sehingga membutuhkan ruang yang tidak
terlalu besar. Tanaman Hydrilla sp. juga memiliki zat hijau daun di seluruh
tubuhnya, sehingga proses fotosintesisnya mudah terjadi dan proses
pengamatanpun dapat segera dilakukan.
Dari hasil pengamatan dapat disajikan data sebagai berikut:
Pada praktikum kali ini diperoleh data bahwa
cahaya polikromatik merupakan cahaya yang paling baik untuk digunakan dalam
proses fotosintesis karena menghasilkan gelembung O2 paling banyak
di antara warna yang lain, yaitu 988 dan 973 gelembung, kemudian disusul oleh
cahaya merah sebanyak 41 dan 30 gelembung. Cahaya polikromatik memiliki panjang
gelombang ± 360-720 nm dan cahaya merah memiliki panjang gelombang 610-700 nm.
Cahaya polikromatik ini tersusun atas berbagai warna sehingga rentang panjang
gelombangnya cukup untuk berlangsungnya proses fotosintesis. Sementara
warna-warna yang lain, seperti warna hijau (480-560 nm),
kuning (560-590 nm), dan biru (450-480 nm), hanya memiliki rentang
panjang gelombang yang sedikit sehingga kurang optimal jika digunakan untuk
proses fotosintesis.
BAB.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Cahaya yang paling baik untuk proses
fotosintesis adalah cahaya polikromatik karena terdiri atas berbagai macam
warna sehingga memiliki panjang gelombang dan energi yang sesuai untuk proses fotosintesis.
5.2 Saran
Sebaiknya alat yang digunakan
sebagai wadah dari tanaman Hydrilla sp. lebih besar supaya ketika Hydrilla
sp. dimasukkan dalam wadah, semua bagiannya benar-benar terendam oleh air
sehingga pengamatan gelembung oksigen yang dihasilkan menjadi lebih akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
Fanindi, Achmad. Prawiradiputra. Abdullah. 2010. Pengaruh
Intensitas Cahaya Terhadap Produksi Hijauan dan Benih Kalopo (Calopogonium
mucunoides). JITV, 15 (3): 205-214.
Gardner, Franklin P. R. Bernt Pearce. Roger L. Mitchell. 1991. Fisiologi
Tanaman Budidaya Jilid 1. Terjemahan oleh Herawati Susilo. Jakarta: UI-Press.
Lakitan, Benyamin. 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Muhsanati. Reni Mayerni. Tari Gita Puspa Sari. 2009. Pengaruh
Pemberian Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Stroberi (Fragaria x annasa). Jerami,
2 (1): 31-34.
Pertamawati. 2010. Pengaruh Fotosintesis Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Dalam Lingkungan
Fotoautotrof Secara Invitro. Sains dan Teknologi Indonesia,
12(1): 31-37.
Rasyid, Abd. 2009. Distribusi Klorofil-a Pada Musim Peralihan
Barat-Timur Di Perairan Spermonde Propinsi Sulawesi Selatan. Sains &
Teknologi, 9: 125-132.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Terjemahan oleh
Dr. Diah R. Lukman dan Ir. Sumaryono, MSc. 1995. Bandung: Penerbit ITB.
Sarmita, Fitriani. , Endah Dwi Hastuti. Sri Haryanti. 2011. Pertumbuhan
Legume Pada Ketinggian Yang Berbeda. Bioma, 13(2): 67-72.
Tjitrosomo, S. S. 1983. Botani Umum 2. Bandung: Angkasa.
ngopas kabeh iki....!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
BalasHapuskoplak.....
Hapusgolekono neng web wes nemu...
asli iku lee